Titus menyatakan bahwa dalam artinya yang luas filsafat seseorang adalah totalitas keyakinan dan kepercayaan dasar yang dianut individu yang bersangkutan. Titus mengemukakan Batasan-batasan pengertian filsafat sebagai berikut ini:
1. Filsafat merupakan sikap perseorangan terhadap kehidupan dana lam semesta. Ia merupakan bagian sikap spekilatif yang tak akan surut meskipun menghadapi kesulitan dan permasalahan yang tak terpecahkan dalam kehidupan.
2. Filsafat merupakan cara pemikiran reflektif dan menyelidik secara logis. Ia merupakan upaya-upaya perseorangan untuk memahami permasalahan khas/spesifik secara logis dan menyangkut evaluasi fakta-fakta secara kritis
3. Filsafat merupakan upaya untuk mengembangkan pandangan mengenai system yang menyeluruh.
4. Filsafat adalah bahasa analisis yang logis serta upaya penjelasan makna konsep dan kata-kata.
Pengertian filsafat dan pemikiran filosofis akan lebih jelas jika dibandingkan dengan pengertian ilmu sebagaimana terungkap dalam kutipan Harvey dan Holly sebagai berikut:
Filsafat berupaya mendapatkan pandangan yang lebih komprehensif mengenai sesuatu. Kalau ilmu lebih analitis dan deskriptif dalam pendekatannya, filsafat lebih sintesis dan mengikhtisarkan serta mengenai sifat-sifat dan kualitas alam dan kehidupan sebagai suatu keseluruhan. Ilmu berusaha menganalisis keadaan keseluruhan atas unsur-unsurnya atau keadaan organisme/makhluk hidup atas bagian-bagiannya, sedang filsafat mengkombinasikan berbagai hal dalam sintesis yang bersifat menafsirkan serta mencoba menemukan arti pentingnya.
Menurut uraian di atas, filsafat mempunyai fungsi-fungsi yang spekulatif, deskriptif, normatif dan analitis yang menelaah persyaratan serta kerja ilmiah para praktisi dalam suatu disiplin ilmu. Filsafat mengevaluasi apa yang telah dilakukan dan akan menyarankan apa yang seharusnya dipelajari dalam suatu disiplin. Dengan demikian filsafat tidak saja mengevaluasi, tetapi juga menciptakan kerangka kerja untuk penelitian.
Dalam menggambarkan kedudukan filsafat dalam kehidupan suatu disiplin ilmu, Abler, Adam dan Gould (1972) membandingkan peranan filsafat, ahli teori, ahli metodologi dan para praktisi yang melakukan praktek ilmu di lapangan.
Para praktisi ilmu umumnya tidak banyak mempersoalkan sifat ataupun hakikat kegiatan ilmu yang dipraktekkan. Dalam kenyataannya seorang sarjana geografi yang menerapkan ilmunya di lapangan mungkin tidak siap untuk dapat menjawab apa hakekat ataupun Batasan pengertian geografi itu. Mungkin juga tidak menyadari atau memahami benar bentuk pendekatan geografi yang mana yang ia praktekkkan dalam penelitian atau kajian geografinya. Para praktisi memusatkan pekerjaannya pada pemecahan masalah kehidupan nyata yang dihadapi sehari-hari dengan menerapkan prinsip-prinsip yang ditentukan. Praktisi ilmu tidak merasa perlu untuk merancang cara-cara baru dalam kajian atau praktek kerja ilmunya.
Para ahli metodologi meluangkan waktunya untuk memikirkan cara-cara kerja yang sebaiknya dilakukan. Mereka kurang terbebani dengan urusan pemecahan masalah secara langsung dan dapat menggunakan banyak waktunya untuk mengembangkan dan mencobakan (dalam eksperimen) Teknik atau cara-cara baru yang akan diterapkan dalam praktek oleh praktisi. Ahli teori/teoritisi ilmu berada agak lebih jauh lagi dari permasalahan dalam kehidupan nyata yang dihadapi para praktisi sehari-hari. Ia lebih memusatkan perhatiannya untuk memikirkan tentang cara orang memikirkan apa yang dilakukan dalam praktek ilmu.
Filosuf, yang jumlahnya paling sedikit berada paling jauh dari permasalahan nyata sehari-hari. Dalam bagan struktur ilmu yang dikemukakan Abler, Adam dan Gould kedudukan filosuf ada di bagian puncak, hal ini menggambarkan perbedaan kedudukan praktisi, ahli metodologi, teoritisi, dan filosuf dalam menghadapi permasalahan yang ditangani suatu ilmu. Filosuf memikirkan secara menyeluruh dan memperhatikan secara mendalam apa yang menjadi sasaran kajian suatu ilmu. Ia akan memikirkan permasalahan yang paling abstrak yang menyangkut sifat atau hakekat ilmu sebagai suatu keseluruhan.
Dalam kaitannya dengan perkembangan geografi, setidak-tidaknya empat macam (kategori) filsafat telah berpengaruh dalam mengarahkan pendekatan-pendekatan kajian geografi. Keempat kategori filsafat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Empirisme, yang telah berpengaruh atas timbulnya pendekatan empiris yang memberi penekanan pada kajian tentang apa yang dialami sebagai sesuatu yang ada, dengan cara kajian yang terbatas pada tuntutan untuk penyajian (pendeskripsian) fakta hasil pengamatan (pengalaman)
2. Positivisme, yang telah berpengaruh atas munculnya pendekatan positivism. Ia juga berdasarkan pada hasil pengalaman tetapi lebih lanjut menuntut pengalaman yang cukup mapan dalam arti pengalaman itu didukung oleh bukti yang dapat diuji serta mendapat pengakuan (disetujui) banyak orang.
3. Humanisme, yang berpengaruh atas tampilnya pendekatan humanistic dalam geografi, yang memandang bahwa pengetahuan yang didapatkan perlu didasarkan pada apa yang ada menurut hasil persepsi individua tau kelompok individu.
4. Strukturalisme, yang telah berpengaruh atas berkembangnya pendekatan strukturalis yang lebih memperhatikan mengenai apa yang sebenarnya ada, tidak saja berdasarkan hasil pengalaman atau kenampakan yang bisa diamati, tetapi menyangkut keadaan yang sebenarnya ada menurut hasil pemikiran (seperti misalnya struktur bumi dan tenaga-tenaga yang menjadikannya).
Paling tidak tiga filsafat yang tersebut terakhir di atas hingga saat ini masih banyak berpengaruh atas geografi, khususnya dalam cabang geografi manusia. Pengaruh filsafat-filsafat itu tidak selalu berlaku secara tunggal, tetapi juga secara ganda, melibatkan lebih dari satu filsafat (misalnya humanism dan positivisme).
Pengaruh ganda kemudian telah memungkinkan berkembangnya pendekatan-pendekatan baru. Pendekatan keruangan yang telah berakar sejak pertumbuhan geografi sebelum menjadi ilmu kini dilengkapi dengan bentuk-bentuk pendekatan baru yang menuntut kuantifikasi, dipakainya model-model dan pengujian hipotesis secara statistis. Pengaruh humanism ataupun aliran dalam psikologi juga berpengaruh atas tampilnya pendekatan perilaku dalam kerangka pendekatan keruangan.
Berbagai filsafat yang lain seperti pragmatism,fungsionalis, fenomenologi, eksistensialisme, idealism dan realisme telah berpengaruh pula dalam praktek-praktek geografi, walaupun penganut atau pengembangnya dalam kajian geografi masih terbatas jumlahnya. Pragmatism dalam geografi misalnya telah menghasilkan sejumlah ahli geografi yg memberi penekanan pada faktor pengalaman manusia dalam ruang yang lebih terputus perhatiannya pada upaya pemecahan masalah praktis dalam kehidupan modern. Paham posibilisme yang dikembangkan oleh Vidal de la Blache merupakan satu contoh paham atau paradigma yg berpangkal dari pragmatisme yg menampilkan peranan samping batasan dan kemungkinan kemungkinan yg tersedia dalam lingkungan alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar