Nusantara terletak di persimpangan tiga lempeng dunia, yang potensial menimbulkan tekanan sangat besar pada lapisan kulit bumi, hasilnya membentuk hamparan-hamparan luas yang dikenal dengan Paparan Benua Sunda dengan barisan gunung berapi dan pegunungan panjang yang pada masa purbakala disebut sebagai Swetadwipa atau Lemuria. Hamparan luas Paparan Sunda yang awalnya berupa dataran dangkal itu, pada zaman es ketika permukaan laut turun ratusan meter, terlihat mencuat ke permukaan. Oleh karena terletak di persimpangan tiga lempeng dunia, wilayah ini sering diguncang gempa bumi hebat dan letusan gunung berapi dahsyat.
Pada masa zaman es berakhir, yang berlangsung sekitar 500.000 tahun yang lalu, es di kutub utara dan selatan mencair sehingga air laut naik dan menimbulkan gelombang setinggi satu mil. Akibat naiknya air laut, hamparan Paparan Benua Sunda yang luas itu tenggelam dan hanya dataran tinggi dan puncak-puncak vulkanis yang tersisa. Belakangan, sisa-sisa dataran yang tidak tenggelam disebut sebagai Kepulauan Nusantara yang terdiri dari Paparan Sunda Besar dan Paparan Sunda Kecil, yang sambung-menyambung hingga Benua Australia.
Menurut Peta yang dihasilkan Southeast Asia Research Group di London, Kepulauan Nusantara dulunya merupakan bagian dari kesatuan Benua Asia, tetapi daratannya yang rendah tenggelam ke dasar laut dan hanya gunung-gunung vulkanik dan daerah dataran tinggi bergunung-gunung yang tersisa menjadi pulau-pulau.
Menurut Prof. Arsysio Nunes de Santos-fisikawan nuklir dan ahli geologi asal Brazil, kepulauan nusantara dulu merupakan bagian sisa dari benua Atlantis yang tenggelam akibat peristiwa banjir besar yang terjadi pada akhir zaman es. Dalam peta geografi modern, nusantara terletak di persimpangan jalan antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, yang dalam jalur perdagangan tradisional menghubungkan Teluk Benggala dan Laut Cina. Kepulauan Nusantara membentang dari barat ke timur sejauh 5000 km, dan dari utara ke selatan sejauh 2000 km. Wilayah yang luas itu dihuni oleh lebih 300 suku dengan subsuku-subsuku dengan berbagai varian dan bahasanya.
Etnik Penghuni di Nusantara
Dalam kajian antropologi ragawi, bangsa nusantara memiliki sejarah yang sangat panjang. Eugene Dubois, penemu fosil manusia purba yang disebut Pithecantropus Erectus, yang disusul temuan Homo Mojokertensis, Meganthropus Paleojavanicus, Homo Soloensis dan Homo Wajakensis menunjuk rentangan waktu antara 1.000.000 – 12.000 tahun yang silam nusantara sudah dihuni manusia.
Menurut kajian Harry Widianto dalam Mata Rantai Itu Masih Putus, keberadaan Homo Sapiens sebagai manusia modern yang serentak muncul di bumi sekitar 40.000 tahun lalu, sangat berbeda susunan morfologinya dengan Homo Erectus, yang hidup antara 300.000 – 200.000 tahun lalu, disimpulkan bahwa Homo Sapiens bukanlah perkembangan evolusi dari Homo Erectus.
Menurut data Lembaga Eijkman, Homo Erectus yang hidup di Pulau Jawa antara 1.000.000 – 100.000 tahun lalu telah punah. Yang kemudian menghuni Kepulauan Nusantara adalah Homo Erectus asal Afrika yang datang sekitar 70.000 – 60.000 tahun lalu dan Homo Sapiens asal Asia yang datang sekitar 50.000 – 40.000 tahun lalu. Keturunan Homo Erectus asal Afrika ini belakangan disebut ras Melanesia, sementara keturunan Homo Sapiens asal Asia disebut ras Austronesia.
Ras Melanesia, sejak 70.000 SM sudah menghuni Papua, Nugini, Australia dan pulau-pulau di pasifik seperti Bismarck, Solomon, New Caledonia dan Fiji.
Pada masa lampau, nenek moyang suku-suku Melanesia menghuni Pulau Jawa yakni ras Proto Melanesia yang disebut Homo Wajakensis. Akibat mengalami proses pembauran dengan pendatang-pendatang baru yang terus mendesak wilayah hunian keturunan purba ini, sebagian mengungsi ke arah timur dan sebagian membaur dengan ras pendatang baru hingga identitas Melanesia mereka hilang. Sementara itu, mereka yang mengungsi ke timur dan belum sempat Papua, terkejar ras Austronesia (Melayu), dan terjadi percampuran/perkawinan. Keturunan mereka yang berdarah campuran Melanesia-Austronesia inilah yang menghuni pulau-pulau di Nusa Tenggara Timur, Timor Leste dan Maluku.
Demikianlah, dalam kajian antropologi ragawi dan etnologi, diketahui bahwa Kepulauan Nusantara secara umum dihuni oleh populasi dua ras utama, yaitu ras Austronesia dan ras Melanesia, yang sebagian melakukan asimilasi menjadi ras Australo-Melanesia yang diperkirakan berkembang sekitar 10.000 tahun lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar